Siapa bilang hati yang bersih hanya milik orang-orang terpelajar yang berpendidikan tinggi? Ternyata dari seorang tukang pijat keliling, han...
Siapa bilang hati yang bersih hanya milik orang-orang terpelajar yang berpendidikan tinggi? Ternyata dari seorang tukang pijat keliling, hanya tamatan SMP punya hati yang suci. Kata-katanya saat dia memijatku siang itu sangat menyentuh. Sebuah pelajaran yang sangat berarti, namanya pelajaran "Bersedekah".
Sebut saja ibu tukang pijat itu dengan panggilan Bik Lin. Dia tukang pijat langganan keluarga kami. Kalau aku merasa pegal-pegal pasti aku rindu dengan pijatan Bik Lin. Tangannya yang cekatan mampu membuat tubuhku kembali segar setelah dipijatnya.
Pribadinya sederhana dan sangat bersahaja. Sambil memijatku, Bik Lin sering bercerita tentang pengalaman hidupnya. Suatu hari, Bik Lin bercerita mengenai kebiasaannya setiap pagi memberi makan kepada orang miskin, tetangganya.
"Bibik setiap pagi memberi sebungkus nasi uduk kepada Lek Marni. Kasihan dia, sudah lumpuh, ditinggal pergi sama suaminya lagi! Bibik kasihan padanya. Makanya bibik belikan makanan setiap pagi. Bersedekah makanan lebih baik fadilahnya daripada memberinya uang." begitu cerita Bik Lin suatu siang. Ohya, selain tukang pijat, Bik Lin ini juga mengajar ngaji Alquran. Dia juga rajin mengikuti ceramah agama di masjid dekat rumah. Makanya, pengetahuannya soal agama cukup banyak.
"Kalau Rita punya rejeki lebih boleh juga coba sedekah makanan seperti Bibik. Tidak usah mahal-mahal. Satu kilo beras saja sudah cukup untuk membahagiakan orang miskin. Bersedekah pada hari Jumat itu lebih bagus lagi." lanjutnya panjang lebar, bak seorang ustazah terkenal.
Aku manggut-manggut menyimak ucapan Bik Lin. Hebat! Seorang Bik Lin mampu berfikir sejauh itu dalam memaknai hidup. Padahal dia sendiri, maaf, tergolong orang yang tidak berpunya. Tapi biar 'tidak berpunya' hatinya malah lebih 'kaya' dari orang kaya sekali pun.
Hei, kemanakah diriku selama ini? Kenapa hal sekecil ini tak pernah terpikirkan olehku selama ini? Kenapa Bik Lin lebih peka terhadap masalah hidup orang-orang tak berpunya? Ini sebuah ide yang brilyan! Kenapa tak kucoba saja sarannya untuk rutin bersedekah. Tentu saja kepada orang-orang yang memang membutuhkan.
Alhasil, aku mengikuti saran Bik Lin untuk bersedekah. Bukan untuk gaya-gayaan atau pamer. Sudah dua kali Jumat aku memberi beberapa kilo beras kepada orang yang membutuhkan. Daftarnya sudah aku buat, ternyata banyak juga! Dari tukang cuci, tukang sampah, tukang sayur, tukang pempek, Wak pengasuh keponakanku yang masih balita, dan seterusnya. Bahkan sepupuku yang punya enam orang anak, yang suaminya kuli bangunan ada juga dalam daftar catatanku ini.
Akhirnya, aku merasakan getaran luar biasa. Sejak aku rajin bersedekah, aku merasa makin bahagia saja bisa berbagi dengan orang lain. Apalagi berbagi dengan orang-orang tak berpunya seperti ini. Terimakasih Bik Lin, semangatmu memberi inspirasi berarti bagiku!
Sebut saja ibu tukang pijat itu dengan panggilan Bik Lin. Dia tukang pijat langganan keluarga kami. Kalau aku merasa pegal-pegal pasti aku rindu dengan pijatan Bik Lin. Tangannya yang cekatan mampu membuat tubuhku kembali segar setelah dipijatnya.
Pribadinya sederhana dan sangat bersahaja. Sambil memijatku, Bik Lin sering bercerita tentang pengalaman hidupnya. Suatu hari, Bik Lin bercerita mengenai kebiasaannya setiap pagi memberi makan kepada orang miskin, tetangganya.
"Bibik setiap pagi memberi sebungkus nasi uduk kepada Lek Marni. Kasihan dia, sudah lumpuh, ditinggal pergi sama suaminya lagi! Bibik kasihan padanya. Makanya bibik belikan makanan setiap pagi. Bersedekah makanan lebih baik fadilahnya daripada memberinya uang." begitu cerita Bik Lin suatu siang. Ohya, selain tukang pijat, Bik Lin ini juga mengajar ngaji Alquran. Dia juga rajin mengikuti ceramah agama di masjid dekat rumah. Makanya, pengetahuannya soal agama cukup banyak.
"Kalau Rita punya rejeki lebih boleh juga coba sedekah makanan seperti Bibik. Tidak usah mahal-mahal. Satu kilo beras saja sudah cukup untuk membahagiakan orang miskin. Bersedekah pada hari Jumat itu lebih bagus lagi." lanjutnya panjang lebar, bak seorang ustazah terkenal.
Aku manggut-manggut menyimak ucapan Bik Lin. Hebat! Seorang Bik Lin mampu berfikir sejauh itu dalam memaknai hidup. Padahal dia sendiri, maaf, tergolong orang yang tidak berpunya. Tapi biar 'tidak berpunya' hatinya malah lebih 'kaya' dari orang kaya sekali pun.
Hei, kemanakah diriku selama ini? Kenapa hal sekecil ini tak pernah terpikirkan olehku selama ini? Kenapa Bik Lin lebih peka terhadap masalah hidup orang-orang tak berpunya? Ini sebuah ide yang brilyan! Kenapa tak kucoba saja sarannya untuk rutin bersedekah. Tentu saja kepada orang-orang yang memang membutuhkan.
Alhasil, aku mengikuti saran Bik Lin untuk bersedekah. Bukan untuk gaya-gayaan atau pamer. Sudah dua kali Jumat aku memberi beberapa kilo beras kepada orang yang membutuhkan. Daftarnya sudah aku buat, ternyata banyak juga! Dari tukang cuci, tukang sampah, tukang sayur, tukang pempek, Wak pengasuh keponakanku yang masih balita, dan seterusnya. Bahkan sepupuku yang punya enam orang anak, yang suaminya kuli bangunan ada juga dalam daftar catatanku ini.
Akhirnya, aku merasakan getaran luar biasa. Sejak aku rajin bersedekah, aku merasa makin bahagia saja bisa berbagi dengan orang lain. Apalagi berbagi dengan orang-orang tak berpunya seperti ini. Terimakasih Bik Lin, semangatmu memberi inspirasi berarti bagiku!
setuju....jgnn pernah lupa utk beramal. sepercik amal kita bisa menolong byk orang. melepaskan mereka dari sedikit kepelikan hidup.
BalasHapusmakasih udah kasih komen..
BalasHapus