Tulisan ini adalah kelanjutan catatan perjalanan umroh tahun 2010 yang lalu.. Kamis, 25 Februari 2010, tengah malam, waktu Madinah.. Set...
Tulisan ini adalah kelanjutan catatan perjalanan umroh tahun 2010 yang lalu..
Kamis, 25 Februari 2010, tengah malam, waktu Madinah..
Setelah tiba di hotel Movenvick, para jamaah dikumpulkan untuk diberi kunci kamar hotel tempat kami menginap selama 3 (tiga) hari di Madinah. Aku dan suami berada di kamar nomor 7 yang berada di lantai 10. Setelah tiba di kamar dan bersih-bersih lalu salin pakaian, aku meluncur tidur tanpa sempat makan malam lagi. Padahal jatah makan malam masih tersaji di meja hidangan untuk jamaah umroh. Karena terlalu lelah, selera makan pun tak terbit. Aku dan suami memilih untuk memejamkan mata sejenak.
Rasanya mataku baru terpejam beberapa saat, sang suami sudah membangunkanku. "Ayo Bu, bangun! Kita mau ke masjid Nabawi!"
Dengan menahan rasa kantuk yang masih mendera aku melirik arloji di tangan, hmm ..hampir jam tiga dini hari. Aku segera bangun dari tempat tidur dan langsung mandi dengan air hangat. Suamiku ternyata sudah salin pakaian putih-putih khas ibadah umroh. Ternyata suamiku sudah siap dari tadi. Katanya dia tak dapat tidur, pengen segera shalat di Masjid Nabawi yang megah itu.
Setelah selesai mandi aku mengenakan pakaian gamis putih lengkap dengan mukena dan sajadah. Dengan mengucapkan "Bismillahirrohmanirohim" aku mengayunkan langkah keluar kamar hotel menuju Masjid Nabawi.
Tak seperti di Masjidil Haram, di Masjid Nabawi ini tempat shalat antara laki-laki dan perempuan terpisah. Aku dan suami akhirnya berpencar. Aku bergabung dengan teman perempuan asal Palembang untuk masuk ke Masjid Nabawi melalui pintu 13. Seorang askar perempuan menarik mukena yang aku pakai. Aku terkejut. Askar itu menatapku lalu menggeledah isi tasku. Ternyata di Masjid Nabawi ini kita tidak boleh membawa apapun termasuk handphone dan kamera untuk memotret.
Aku bersama teman perempuan bergabung mengambil tempat pada shaf perempuan paling depan. Keadaan masjid saat itu masih leluasa untuk berada di shaf paling depan. Ada sebuah partisi yang memisahkan antara shaf perempuan dengan shaf laki-laki. Suasana di dalam masjid sangat sejuk. Udara sejuk ini lantaran AC terpasang di mana-pada pada pilar-pilar tiang di dalam masjid.
Setelah membentangkan sajadah, aku dan teman perempuan lainnya shalat sunat tahiyatul masjid. Selanjutnya aku membaca Alquran sembari menunggu saat azan subuh menjelang.
Ya Allah, inilah kali pertama aku shalat di Masjid Nabawi yang agung ini..
Kamis, 25 Februari 2010, tengah malam, waktu Madinah..
Setelah tiba di hotel Movenvick, para jamaah dikumpulkan untuk diberi kunci kamar hotel tempat kami menginap selama 3 (tiga) hari di Madinah. Aku dan suami berada di kamar nomor 7 yang berada di lantai 10. Setelah tiba di kamar dan bersih-bersih lalu salin pakaian, aku meluncur tidur tanpa sempat makan malam lagi. Padahal jatah makan malam masih tersaji di meja hidangan untuk jamaah umroh. Karena terlalu lelah, selera makan pun tak terbit. Aku dan suami memilih untuk memejamkan mata sejenak.
Rasanya mataku baru terpejam beberapa saat, sang suami sudah membangunkanku. "Ayo Bu, bangun! Kita mau ke masjid Nabawi!"
Dengan menahan rasa kantuk yang masih mendera aku melirik arloji di tangan, hmm ..hampir jam tiga dini hari. Aku segera bangun dari tempat tidur dan langsung mandi dengan air hangat. Suamiku ternyata sudah salin pakaian putih-putih khas ibadah umroh. Ternyata suamiku sudah siap dari tadi. Katanya dia tak dapat tidur, pengen segera shalat di Masjid Nabawi yang megah itu.
Setelah selesai mandi aku mengenakan pakaian gamis putih lengkap dengan mukena dan sajadah. Dengan mengucapkan "Bismillahirrohmanirohim" aku mengayunkan langkah keluar kamar hotel menuju Masjid Nabawi.
Tak seperti di Masjidil Haram, di Masjid Nabawi ini tempat shalat antara laki-laki dan perempuan terpisah. Aku dan suami akhirnya berpencar. Aku bergabung dengan teman perempuan asal Palembang untuk masuk ke Masjid Nabawi melalui pintu 13. Seorang askar perempuan menarik mukena yang aku pakai. Aku terkejut. Askar itu menatapku lalu menggeledah isi tasku. Ternyata di Masjid Nabawi ini kita tidak boleh membawa apapun termasuk handphone dan kamera untuk memotret.
Aku bersama teman perempuan bergabung mengambil tempat pada shaf perempuan paling depan. Keadaan masjid saat itu masih leluasa untuk berada di shaf paling depan. Ada sebuah partisi yang memisahkan antara shaf perempuan dengan shaf laki-laki. Suasana di dalam masjid sangat sejuk. Udara sejuk ini lantaran AC terpasang di mana-pada pada pilar-pilar tiang di dalam masjid.
Setelah membentangkan sajadah, aku dan teman perempuan lainnya shalat sunat tahiyatul masjid. Selanjutnya aku membaca Alquran sembari menunggu saat azan subuh menjelang.
Ya Allah, inilah kali pertama aku shalat di Masjid Nabawi yang agung ini..
Subhanallah, aih baca ceritanya jadi kepengen juga kesana.. ah kapan yah bisa umroh kesana. semoga dalam waktu dekat.. *amien
BalasHapusKapan ya saya bisa pergi kesana :))
BalasHapus@Gaphe @ Shudai: yg penting ada niat di hati, insyaAllah bisa ke sana.. Dulu seblm ke sana, aku sering baca2 tulisan ttg ibadah di tanah suci.. Aku juga sering memandangi foto2 masjid Nabawi dan masjidil Haram.. Aku ngebet banget sambil berdoa, Ya Allah panggil daku tuk beribadah di tanah suci.. Almdulillah doaku terkabul..
BalasHapusInsyaallah saya bis aumrah...tapi yang terpenting ingin mnghajikan orang tua dulu :)
BalasHapusCeritanya menginpirasi dan semakin memotivasi saya :)
@Hanila Hussein (bisnis Oriflame): mksh dah berkunjung..tukeran blogroll yukk. ntar blog kamu aku tampilkan di blogroll-ku biar aku bisa ngikutin cara kerja bisnis Oriflame ini..
BalasHapusWah senag sekali pastinya..... semoga saya bisa kesana nantinya.........amin........:) aku izin follow ya.... mempererat tali silaturahim......:)
BalasHapusya allah perkenankanlah suatu saat Babang bisa sholat disana 😌
BalasHapusInsyaAllah..semoga bisa ke Nabawi juga ya..
Hapus