#Day 23 Masih dalam rangkaian #BPN30DayChallenge2018, hari ini saya akan menceritakan tentang hal yang disesali saat ini.....
#Day 23
Masih dalam rangkaian #BPN30DayChallenge2018, hari ini saya akan menceritakan tentang hal yang disesali saat ini.. Yuk ikuti kisahnya berikut ini...
Setelah tamat SMA, saya melanjutkan ke sekolah berbasis ikatan dinas. Waktu itu saya hanya mengikuti keinginan orangtua (papa) kuliah di sana. Kata papa, sekolah ikatan dinas itu enak, tidak ada biaya. Selain itu, saat kuliah kita sudah mendapat gaji sesuai pangkat dan golongan PNS. Saya manut saja menuruti keinginan orangtua. Sebab setahu saya, sejak masih SD papa sudah sering menceritakan harapannya, kalau saya kuliah nanti akan dimasukkan ke sekolah ikatan dinas tersebut.
Alhasil, saya berhasil masuk ke sekolah tersebut setelah melalui rangkaian tes penerimaan. Sayapun akhirnya menjadi mahasiswa ikatan dinas selama 3 tahun di akademi pemerintahan. Yang paling senang itu papa saya, karena harapannya terhadap anak sulungnya ini tercapai.
Selama 3 tahun menuntut itu, saya sudah mendapat gaji setara golongan dua. Kalau tidak salah gaji pertama saya saat itu sekitar 38 ribu. Senangnya bukan main mendapat gaji pertama. Dengan gaji senilai itu saya bisa membeli sebuah celana jeans branded. Pokoknya tiap bulan saya selalu belanja barang-barang yang lumayan mahal untuk ukuran jaman itu.
Teman akrab saya, sebut saja si AA, orangnya senang ngemall dan hobi belanja. Tiap abis gajian, si AA ini selalu mengajak saya jalan ke mall. Seringali uang gaji saya habis dalam sekejap lantaran ngikutin si AA belanja ini belanja itu. Ujung-ujungnya saya tidak punya uang lagi. Boro-boro mau menabung, uang yang ada selalu kekurangan.
Teman saya yang lain, sebut saja BB, orangnya hemat dan bisa mengatur gaji yang didapat setiap bulannya. Kalau abis gajian, si BB membeli emas 24 karat seberat 1 gram seharga 15 ribu. Jaman itu harga emas masih murah banget. Lama kelamaan tabungan emas si BB banyak dong. Kalau sudah cukup beratnya 1 suku (sekitar 6,7 gram) si BB menukarkan emasnya berbentuk cincin 1 suku.
Pas si BB cerita tentang tabungan emas miliknya, saya sempat melongo. Koq bisa ya si BB punya emas sebanyak itu? Teman saya si BB itu pandai mengelola uangnya. Setiap bulan uang gajinya selalu disisihkan terlebih dulu untuk membeli emas, baru sisanya dia belanjakan.
Tiba saatnya saya menyelesaikan kuliah yang sudah ditempuh selama 3 tahun, saatnya mengikuti wisuda. Waktu itu wisudanya terpusat di Jakarta. Jadi kami yang kuliahnya di Palembang pas mau wisuda berangkat ke Jakarta bergabung dengan calon wisudawan lain dari seluruh provinsi yang ada sekolah ikatan dinas ini.
Teman saya si AA mengajak saya belanja ke mall, untuk membeli perlengkapan selama di Jakarta. Seingat saya, kami membeli baju tidur, pakaian dalam, sepatu kets, tas sandang dan printilan-prntilan lainnya. Pokoknya semua serba baru deh!
Pas masuk asrama selama di Jakarta, kebetulan saya, si AA dan si BB satu kamar. Saat menjelang tidur malam, si BB berganti pakaian tidur yang tidak baru seperti milik saya dan si AA. Pakaian tidur si BB nampak warnanya sudah tidak cerah lagi. Lalu si BB cerita, dia memang tidak membeli pakaian tidur baru karena pakaian yang lama masih layak pakai.
Duh, jleb banget perkataan teman saya si BB. Sampai segitunya prinsip yang dia pegang, daripada belanja beli sesuatu yang tidak begitu diperlukan, lebih baik uangnya disimpan untuk keperluan lain. Sementara saya dan si AA membawa barang dan perlengkapan yang baru semua. Padahal tak begitu oenting kan untuk membeli yang baru, kalau pakaian tidur yang lama masih layak dipakai seperti milik si BB?
Sampai di sini ceritanya saya mendapat benang merah. Seperti kata pepatah, rajin menabung pangkal kaya, menabung sedikit demi sedikit lama kelamaan akan menjadi bukit. Pepatah itu benar, nyatanya teman saya si BB sudah memetik hasil usahanya menabung emas. Ketika kami selesai kuliah, dia sudah bisa membayar uang DP untuk membelirumah secara kredit. Kali ini saya kembali berdecak kagum pada si BB.
 | ||
| Sumber: Pixabay |
Sementara yang saya dapatkan apa? Saya hanya bisa gigit jari karena tidak ada tabungan sama sekali. Ini karena kelalaian saya sendiri yang tidak bisa mengelola keuangan. Sering saya berandai-andai kembali kemasa lalu, saya akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan si BB.
Nah, itulah cerita miris tentang kegagalan saya mengelola keuangan sejak dini. Semoga kisah ini bisa dipetik benang merahnya. Semoga kita semua bisa mengajarkan kepada anak-anak untuk menabung sejak usia dini.
COMMENTS